Malam
yang semakin kelam memberi isyarat agar aku menjemput indahnya mimpi,
perjalananku di alam lain diawali tepat ketika kepalaku menyentuh bantal dan
badanku dibungkus selimut tebal. Entah aku bermimpi atau tidak, tapi ini terasa
nyata bahkan mempengaruhi alas fikirku. Aku berjalan seorang diri menuju puncak
dengan seberkas cahaya yang menyilaukan. Aku menyusuri jalan setapak dibalik
bukit penuh semak belukar. Sepanjang perjalanan aku hanya memikirkan cahaya
yang menyilaukan di puncak bukit itu. Menurut perhitunganku, jarak puncak bukit
dan tempatku berada tidak jauh lagi namun perjalanan ini sungguh melelahkan
seakan jaraknya begitu jauh dan tak mampu untuk dijangkau. Dengan keras hati
kulanjutkan perjalanan hingga kutemukan sebuah pohon dengan buah lebat dengan
bau harum. Perjalanan yang melelahkan ini pastilah membuatku haus dan lapar dan
timbul keinginan untuk memetik buah dari pohon itu untuk segera kusantap dengan
lahap demi menghilangkan haus dan laparku.
Kulihat
salah satu buah yang berukuran besar dan berwarna merah dan dengan segera
kugapai hendak kupetik. Tiba-tiba terdengar suara menyelaku “Jangan !!! pohon dengan buah lebat itu
bukan milikmu.” Aku menoleh ke sisi kananku lalu kulihat sosok dengan wajah
bersinar. “Maaf, apakah pohon dengan buah
lebat ini miliki anda ?” tanyaku sambil menatap tepat kewajahnya. “Bukan, pohon dengan buah lebat ini bukan
milikku”. Ia menjawab sambil menggelengkan kepala. “Lalu, anda siapa ?” Tanyaku sembari mendekati. “Aku
adalah keyakinan yang selalu bersamamu sepanjang hidupmu.” Jawabnya
sambil tersenyum. Aku terdiam sejenak, sampai aku dikejutkan lagi dengan suara
yang menyuruhku “Petik saja buah itu !!!
buah itu untuk menolong orang yang melakukan perjalanan jauh yang sedang keahausan
dan kelaparan.” Aku menoleh ke sisi kiriku lalu kulihat sosok dengan wajah
kelam. “Maaf, apakah pohon dengan buah
lebat ini milik anda ?.” tanyaku sambil membalik pandanganku ke wajahnya. “Bukan, pohon dengan buah lebat ini bukan
milikku”. Ia menjawab sambil menggelengkan kepala. “Lalu, anda siapa ?” Tanyaku sembari mendekati. “Aku
adalah keinginan yang selalu bersamamu sepanjang hidupmu.” Jawabnya
sambil tersenyum.
Dalam
keadaan bingung aku terdiam dan bersandar pada batang pohon dengan buah lebat
sambil menatap satu-persatu sosok yang menghampiriku saat itu. “Apakah engkau akan membiarkan dirimu
tersiksa dalam keadaan lapar dan haus, sedangkan Tuhanmu tidak menghendaki
ciptaannya menganiaya dirinya sendiri ?” Sosok yang mengaku dirinya adalah
keinginanku kembali bertanya. “Tidak, aku
tidak akan membiarkan diriku dalam keadaan lapar dan haus, aku juga tidak akan
berdosa kepada Tuhanku dengan menganiaya diriku”. Jawabku membenarkan
ucapannya. “Maka petik dan makanlah buah
itu, niscaya Tuhanmu akan memaafkanmu jika itu salah karena engkau mengambil
sesuatu yang bukan milikimu”. Ia berkata seakan tahu apa yang ada dalam
fikiranku. Aku beranjak dari tempatku menuju buah yang kuperhatikan sebelumnya.
“Tunggu ! Apakah engkau akan mengambil sesuatu
yang bukan milikimu, sedangkan Tuhanmu melarang engkau mengambil sesuatu yang
bukan menjadi hakmu ?” Sosok yang mengaku dirinya adalah keyakinanku
kembali menyelaku sebelum aku melangkahkan kaki selangkahpun. “Dan apakah engkau rela jika sesuatu yang
engkau usahakan yang seharusnya menjadi milik dan hakmu diambil oleh orang lain
?” Ia bertanya lagi seakan ia tahu yang ada dalam hatiku. “Tidak, aku tidak akan mengambil sesuatu
yang bukan milikku, aku juga tidak ingin berdosa kepada Tuhanku dengan mengambil
sesuatu yang bukan menjadi hakku dan terlebih lagi aku pasti tidak akan rela
jika orang lain mengambil sesuatu dariku yang sepenuhnya adalah milik dan
hakku”. Jawabku membenarkan ucapannya. ”Maka
janganlah engkau petik apa lagi hendak memakan buah itu, niscaya Tuhanmu akan
memberikan kemudahan bagimu atas keyakinanmu dan Tuhanmu Maha Mengetahui”
Aku kembali duduk dan bersandar pada batang pohon itu dengan penuh kebingungan.
Sosok
yang mengaku dirinya adalah kayakinanku berjalan ke arahku sambil berkata “Bukankah Tuhanmu Maha Berkehendak bahkan
Tuhanmu Maha Segalanya ? Jika demikian maka apa yang terjadi pada dirimu hari
ini adalah kehendak Tuhanmu”. Di sisi lain, sosok yang mengaku dirnya
adalah keyakinan menatapku sambil tersenyum. “Jika demikian adanya, maka aku melakukan perjalanan ini karena
kehendak Tuhanku dan segala yang kulakukan hari ini adalah kehendak Tuhanku” Sejenak
pikiranku membenarkan. “Memang Tuhanmu
Maha Segalanya dan Maha Berkehendak, dan kehendak Tuhanmu tidak terbatas pada
apa yang engkau lakukan bahkan yang tidak engkau lakukan sekalipun adalah
kehendak Tuhanmu” Sosok yang mengaku dirinya adalah keyakinanku berjalan
mendekatiku. “Jika aku mengambil sesuatu
yang bukan milikku dan bukan menjadi hakku maka itu adalah kehendak Tuhanku,
dan jika hal itu salah atau dosa maka Tuhanku ikut bersalah dan berdosa karena
Tuhankulah yang menghendaki itu terjadi” Tiba-tiba kalimat itu terlontar
dari bibirku sebagai jelmaan pikiranku. “Tentu
! karena engkau sebagai manusia tidak dapat melakukan apapun tanpa kehendak
Tuhanmu dan segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah kehendak Tuhanmu
bahkan tidak ada satu halpun yang terjadi jika Tuhanmu tidak menghendakinya”.
Sosok yang mengaku dirinya adalah kemauanku membenarkan. “Engkau tidak menyalahkan Tuhanmu atas apa yang engkau lakukan karena
kehendak Tuhanmu tidak berhubungan langsung dengan apa yang terjadi pada
dirimu”. Sosok yang mengaku dirinya adalah keyakinanku mengemukakan sesuatu
yang membuatku kembali berfikir. “Jika
segala yang kulakukan dan yang tidak kulakukan adalah kehendak Tuhanku, maka
akulah yang harus bekehendak atas diriku karena apapun kehendakku maka Tuhanku
menghendakinya”. Kalimat itu tiba-tiba terlontar sesaat setelah terbersik
dalam hatiku. “Tentu ! engkau bebas
memilih untuk melakukan sesuatu dalam hidupmu sehingga apapun yang engkau
lakukan adalah murni kehendakmu dan engkau tidak bisa menyalahkan ataupun
membawa Tuhanmu dalam perbuatanmu”. Sosok yang mengaku dirinya adalah
keyakinanku mebenarkan.
“Tuhan menghendaki yang
baik dan buruk, tapi kehendak itu terjadi jika engkau sebagai manusia memenuhi
syaratnya, jika engkau memenuhi syarat yang baik untuk dirimu maka kendak Tuhan
yang baik atas dirimu akan terjadi, namun sebaliknya jika engkau memenuhi
syarat yang buruk untuk dirimu maka kehendak Tuhan yang baik atas dirimu akan
terjadi” Sosok yang mengaku keyakinanku memberikan sedikit
ruang pikir bagiku untuk memutuskan apa yang harus kulakukan. “Kehendak Tuhan layaknya aturan yang
menentukan ketukan palu seorang hakim pada sebuah persidangan. Ketukan palu
hakim itu ditentukan berdasarkan syarat-syarat yang dipenuhi apakah seseorang
harus dihukum atau tidak sesuai dengan perbuatannya. Jika perbuatannya memenuhi
syarat berdasarkan aturan untuk dihukum maka hakim mengetuk palu agar ia
dihukum dan jika sebaliknya perbuatannya memenuhi syarat berdasarkan aturan
untuk tidak dihukum maka hakim mengetuk paku agar ia bebas dari hukuman”.
Sosok yang mengaku dirinya adalah keyakinanku memberikan analogi tentang
kehendak Tuhan.
“Lalu bagaimana jika
hakim salah menjatuhkan vonis dengan mengetuk palu karena bukti yang diberikan
salah ?” Sosok yang mengaku dirinya kemauanku tiba-tiba
bicara sambil menatap kearahku. “Jika itu
terjadi maka hakim tidak bersalah karena ia memutuskan sesuatu berdasarkan
bukti, ketukan palunya didasarkan pada bukti disuguhkan kepadanya”. Sosok
yang mengaku dirinya keyakinanku menjawab dengan singkat. Perdebatan keduanya
semakin mengacaukan pikiranku. “Lalu apa
kaitannya ketukan palu seorang hakim dengan kehendak Tuhan ?” Aku bertanya
hendak memperjelas perdebatan mereka. “Seorang
hakim memiliki kehendak penuh atas ketukan palunya untuk menentukan seseorang
harus dihukum atau bebas dari hukuman, tetapi ketukan palu itu ditentukan oleh
perbuatan orang tersebut yang dijadikan bukti. Jika perbuatannya membuktikan
bahwa ia bersalah berdasarkan aturan yang ada maka ketukan palu hakim akan
menghendaki ia harus dihukum demikian pula sebaliknya. Meskipun Tuhan
berkehendak atas segala yang hal baik dan buruk yang terjadi di dunia ini,
tetapi kehendak itu ditentukan pada pemenuhan syarat yang dilakukan oleh
manusia. Jika manusia memenuhi syarat yang baik maka Tuhan menentukan
kehendaknya yang baik bagi manusia demikian pula sebaliknya”. Penjelasan
sosok yang mengaku dirinya adalah keyakinanku membuatku bungkam. Aku menoleh ke
sisi kiriku dan sosok yang mengaku dirinya adalah kemauanku lenyap dari dari
pandanganku.
“Ingatlah bahwa Tuhan
Maha Berkehendak atas dirimu dan segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, akan
tetapi kehendak Tuhan tidak terletak pada pada yang engkau lakukan dan atas apa
yang terjadi. Kehendak Tuhan terletak pada syarat yang telah ditetapkan
oleh-Nya dan syarat Tuhan melingkupi segala hal yang baik dan buruk. Jika
engkau ingin Tuhanmu menghendaki hal baik atas dirimu maka penuhilah syarat
baik seperti yang telah ditetapkannya karena Tuhanmu memberimu kebebasan untuk
memilih dan memenuhinya. Hanya engkau yang akan mendapatkan hasil perbuatanmu
karena engkaulah yang memenuhi syarat atas perbuatanmu. Sesungghuhnya Tuhanmu
adalah Hakim yang paling Adil”. Sosok yang mengaku
dirinya adalah keyakinanku berpesan sebelum ia menghilang dari pelupuk mataku.
Dari
kejauhan tampak seorang yang sudah bungkuk memikul cangkul dengan sebatang
tongkak ditangan kanananya berjalan menuju tempatku berdiri. Ia menghampiriku
dan berkata “Anak muda nampaknya kau
kelelahan, engkau terlihat lapar dan haus”. Ia berkata sambil menepuk
pundakku. “Ia kek, aku sedang dalam
perjalanan menuju puncak gunung itu”. Jawabku sambil menunjuk ke arah bukit
dimana aku melihat cahaya yang menyilaukan. “Engkau
sedang berada dibawah pohon dengan buah yang lebat, petiklah dan makan hingga
hilang rasa haus dan laparmu !”. Ia memintaku sambil menunjuk ke arah pohon
yang batangnya tepat berada di belakangku. “Tapi
pohon dengan buah lebat ini bukan milikku dan akau tidak mau mengambil sesuatu
yang bukan milikkku” Jawabku sembari menggelengkan kepala. “Pohon itu aku rawat dengan baik hingga
berbuah selebat itu. Aku tinggal jauh diseberang bukit dan aku berharap pohon
itu bisa bermanfaat bagiku tetapi tidak semua buahnya mampu aku pikul untuk
kebawa pulang. Lalu aku berdoa semoga pohon itu berguna bagi orang lain dan
hari ini Tuhan mengabulkan doaku. Petiklah buah itu karena ini adalah kehendak
Tuhanmu dan engkau bukanlah golongan orang-orang yang sesat dan bukan pula
golongan orang-orang yang mengambil sesuatu yang tidak menjadi hakmu !” Ia
bercerita seakan ia tahu apa yang kualami sesaat sebelum ia tiba dihadapanku.
Belum
sempat aku memetik salah satu buah dari pohon itu, terdengar suara keras yang
mengagetkanku. Aku menoleh dan seberkas cahaya yang menyilaukan tepat berada
dihadapanku, aku terbangun mendengar sura pukulan beduk adzan subuh dan cahaya
lampu yang menyala tepat di langit-langit kamarku. Ternyata aku bermimpi, tapi
apa yang terjadi padaku membekas dalam ingatanku. Dalam mimpi sekalipun
keyakinanku tetap utuh dan untuk yang pertama kalinya keyakinanku mengalahkan
kemauanku.
~~~
ooo0ooo ~~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar