Takaran Sebuah Usaha

Usaha manusia kadang tampak seperti kebodohan yang terukur. Di setiap kebodohan itu ada nilai yang perlu difahami. Selalu ada hal pantas yang harus terbuang atas setiap hal yang pantas diperoleh. Jika ada yang tidak sebanding maka itulah yang seharusnya karena perlu ada wadah cukup bagi setiap hal yang diinginkan, maka kosongkan wadah itu sepantasnya.

"Mc_13"

Nilai Cinta

Rentetan kalimat bernilai kadang memberi semangat pada sebagian orang, disisi lain nilai berlebih justru menekan semangat itu. Kita ini manusia yang hanya faham makna terluar dari kata "Cinta". Langkah yang membumi jauh lebih bermakna dibanding ilustrasi yang melangit. Jangan terlena dengan apa yang telah berlalu sebab waktu berjalan maju.

"Mc_13"

Surga dan Neraka; Pendekatan Logika Matematika

Setiap Manusia Mendapati Surga dan Neraka

Perihal surga dan neraka menjadi masalah yang diperbincangkan banyak orang, hal itu disebabkan kerena manusia pada akhirnya akan mengalami kematian (perpindahan alam dari alam dunia ke alam akhirat). Yang menjadi pertanyaan adalah apakah setlah kita mengalami kematian, kita akan menempati surga atau neraka atau bahkan keduanya ? Dari semua hal yang paling mendasar tentang surga dan neraka, yang paling penting adalah timbangan amal perbuatan manusia. Ada yang berpendapat bahwa hanya orang yang pernah mengucapkan dua kalimat syahadat yang akan menempati surga dan yang lainnya akan menempati neraka. Ada yang berpendapat bahwa hanya orang yang lebih besar kadar amal baiknya dibandingkan amal buruknya yang akan menempati neraka. Ada juga yang beranggapan bahwa ketika sesorang dimasa hidupnya berbuat buruk dan sebelum ia meninggal ia bertaubat maka ia akan menempati surga, sebaliknya meski semasa hidupnya ia berbuat baik lalu ia mati dalam keadaan berbuat buruk maka ia akan menempati neraka. Lalu bagaimana kita menentukan apakah sesorang akan menempati surga dan neraka setalah ia mati ?

Salah satu pendekatan yang saya gunakan untuk menentukan mementukan hal tersebut adalah pendekatan logika matematis. Landasan yang saya gunakan adalah Surat Al Zalzalah Ayat 7 & 8.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ .٧

وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ .٨
7). And whoso doeth good an atom ' s weight will see it then
8). And whoso doeth ill an atom ' s weight will see it then
7. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.
8. dan Barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.

Sebelum kita membahas lebih jauh dengan menggunakan pendekatan logika matematika, ada baiknya kita menyamakan persepsi berdasarkan ayat diatas. Kata awala Barang Siapa pada kedua ayat tersebut bersifat umum (tidak menyebutkan golongan, suku, bangsa, agama, ras, jenis kelamin dll). Barang siapa dalam dua ayat tersebut yang dimaksudkan adalah semua manusia atau bahkan semua makhluk (bersifat universal). Kata melihat pada kedua ayat tersebut tidak bermakna menyaksikan akan tetapi bermakna mengalami, karena pada dasarnya sesuatu yang terlihat adalah sesuatu yang terjadi apakah hal itu dialami orang lain atau dialami sendiri. Tetapi sesuatu yang dialami oleh orang lain belum tentu dapat kita lihat, sebaliknya sesuatu yang kita alami belum tentu pula dapat dilihat oleh orang lain. Kata melihat pada kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa diri kita yang melihat. Maka yang dapat dipastikan bahwa kita melihatnya adalah apa yang kita alami sendiri bukan yang dialami orang lain.

Berdasar pada kedua ayat tersebut dengan menggunakan pendekatan logika matematika, maka saya dapat menyatakan bahwa semua orang yang pernah mengerjakan kebaikan maka orang tersebut akan melihat balasannya yaitu amal kebaikan dan akan melihat (mengalami) surga, sebaliknya semua orang yang pernah mengerjakan kejahatan (hal buruk) maka orang tersebut akan melihat balasannya yaitu amal buruk dan akan melihat (mengalami) neraka. Lalu apa gunanya hizab dihari kemudian ? Hizab dihari kemudian hanya untuk menentukan kadar kebaikan dan kadar keburukan sesorang yang dalam hitungan matematis hanya untuk menentukan perbandingan keduanya. Perbandingan kadar keduanya yang akan menentukan periode (lama waktu) sesorang untuk menempati surga dan neraka. Kesmimpulannya adalah siapapun (universal/tanpa pengecualian) yang pernah berbuat kebaikan akan merasakan surga dan siapapun (universal/tanpa pengecualian) yang pernah berbuat kebaikan akan merasakan neraka.

Jika ada yang bertanya bagaimana dengan sosok Firaun apakah ia akan merasakan surga ? Sebelumya kita harus pertanyakan apakah Firaun pernah berbuat kebaikan ? Jika kita yakin bahwa jawabannya adalah pernah, maka jawaban sederhananya adalah jika Firaun pernah berbuat kebaikan sekecil apapun maka ia akan merasakan surga. 

Jika ada yang bertanya bagaimana dengan sosok Nabi apakah ia akan merasakan neraka ? Sebelumnya kita harus pertanyakan apakah Nabi pernah berbuat keburukan ? Jika kita yakin bahwa jawabannya adalah pernah, maka jawaban sederhananya adalah jika Nabi pernah berbuat keburukan sekecil apapun maka ia akan merasakan neraka. 

Contoh :
Si A memiliki hitungan waktu secara matematis dengan umur setelah meninggal adalah 45 tahun 4 bulan 6 hari 8 jam 2 menit 12 detik.
Setelah meninggal dan dihizab :
Si A semasa hidupnya memiliki hitungan secara matematis waktu 25 tahun 2 bulan 3 hari 4 jam 1 menit 6 detik melakukan kebaikan.
Si A semasa hidupnya memiliki hitungan secara matematis waktu 20 tahun 2 bulan 3 hari 4 jam 1 menit 6 detik melakukan keburukan.

Setalah meninggal maka : 
Selama 25 tahun 2 bulan 3 hari 4 jam 1 menit 6 detik ia merasakan surga dan selama 20 tahun 2 bulan 3 hari 4 jam 1 menit 6 detik ia merasakan neraka. 

Hal yang tidak bisa saya pastikan adalah yang mana tempat pertama yang di tempati oleh Si A apakah surga dan neraka tetapi kemungkinan siklus yang dialami Si Adengan pertimbangan bahwa akhirat itu kekal adalah sebagai berikut :






 Demikian penjelasan sederhana dari saya. Wallahu a'lam bissawaf. 
Kutahu Tuhan Itu Komitmen,
Kutahu Tuhan Itu Konsisten,

Akhir kata :
[Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.]
[The truth is from your Lord, therefore you should not be of the doubters.]
(QS : 2 : 147).





Firman Tuhan

Yang kuragukan .....
Bukan permohonanan seorang Budak,
Bukan permintaan seorang Teman,
Bukan perintah seorang Panglima,
Bukan titah seorang Raja,
Bukan sabda seorang Nabi,

Tapi ..... Firman Tuhan ....

Budak memohon aku kabulkan,
Teman meminta aku berikan,
Panglima memerintah aku kerjakan,
Raja bertitah aku laksanakan,
Nabi bersabda aku yakini,

Tapi ..... Firman Tuhan mau kupakan ????

(Bulukumba, Maret 2013. 03:13)

Ajaran

Hidup ini seperti bambu yang memiliki ruas sebagai sekat yang membatasi ruang kosong. Sekat pada bambu bukanlah sebagai penghalang tetapi ruas pada bambu adalah penguat bagi kehidupan bambu. Seperti halnya dalam hidup batasan ruang dalam dimensi kehidupan bukanlah penghalang tetapi hal itu merupakan penguat bahwa kita hidup sebagai manusia bukan sebagai binatang yang tidak memiliki batasan.www.hidup.com

Akal & Keyakinan



Taubat Menghapus Dosa Atau Tidak ?

Setiap manusia biasa dalam kehidupannya hampir bisa dipastikan pernah berbuat dosa baik itu dosa kecil maupun dosa besar. Dosa secara sederhana adalah perbuatan menyimpang dari aturan Tuhan (Rule of Good) yang dilakukan oleh sesorang manusia. Perbuatan menyimpang yang dimaksud adalah segala bentuk perbuatan yang bertentangan dengan Al-Quraan dan Al-Haditz menurut ajaran Islam dan bertentangan dengan Al-Kitab (kitab suci menurut ajaran agama yang lain).
Dalam ajaran Islam terdapat konsep Taubat yang secara sederhana diartikan sebagai peristiwa kesadaran manusia atas perbuatan dosa yang dilakukan dan pengucapan janji untuk tidak mengulangi kembali perbuatan tersebut atas kesadarannya. Beberapa orang berpendapat bahwa taubat pada dasarnya akan menghapus dosa manusia yang telah dilakukan sebelumnya. Penyataan tersebut perlu di jelaskan secara detail bahwa dalam ajaran Islam taubat yang dimaksud adalah Taubatan Nasuhah (taubat yang sungguh-sungguh).
Pada hakikatnya, taubat ataupun Taubatan Nasuhah (taubat yang sungguh-sungguh) tidak bertujuan untuk menghapus dosa manusia, akan tetetapi taubat hanya memberikan kesempatan kepada setiap manusia untuk menyadari segala bentuk kesalahan atau perbuatan dosa yang pernah dilakukan. Hal ini memberikan penjelasan bahwa secara sederhana dosa yang pernah dilakukan oleh setiap manusia tetap tercatat pada catatan malaikat yang menjaga manusia. Jika dikaitkan dengan konsep duniawi pada era modern, malaikat yang mencatat dosa tidak memiliki penghapus (an eraser) atau type ex untuk menghapus dosa-dosa yang telah dicatatnya.
Konsep taubat secara implicit digambarkan dengan pepatah “Kemarau satu tahun terhapus oleh hujan sehari”  artinya jika dipandang dengan kasat mata taubat membawa kedamaian secara spontanitas namun hal yang telah terjadi sebelumnya tetap dirasakan konsekwensinya secara duniawi dan akan tetap dijalani konsekwensinya di akhirat kelak.

Akal & Keyakinan



Tuhan; Skenario Dibalik Dosa
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling Sempurna dengan akalnya namun paling lemah dengan adanya akal tersebut. Kesempurnaan manusia terletak pada kemampuan berfikir menggunakan akalnya menjadi kelemahan besar bagi manusia. Akal manusia mampu menangkap segala sesuatu yang terjadi di luar dirinya namun tidak mampu menangkap segala-sesuatu yang ada dalam dirinya.
Manusia mampu melakukan sesuatu dengan menggunakan akalnya, kemampuan inilah yang menjadi ukuran dangkal atau tidaknya pikiran seorang manusia. Akal yang menjadi sumber berfikir bagi manusia hanya mampu membedakan sesuatu yang benar dan salah untuk ditransfer pada penilaian hati untuk menentukan baik dan buruknya. Secara logika terdapat perbedaan jelas antara konsep benar dan salah menurut akal dan baik dan buruk menurut hati. Benar menurut akal belum tentu baik menurut hati karena bisa saja benar menurut akal tetapi buruk menurut hati, sebaliknya salah menurut akal belum tentu buruk menurut hati karena bisa saja salah menurut akal tetapi baik menurut hati. Baik menurut hati sudah dapat dipastikan benar menurut akal, sebaliknya buruk menurut hati sudah dapat dipastikan salah menurut akal.
Perdebatan pada wilayah benar dan salah ataupun baik dan buruk berakhir pada penentuan apakah hal tersebut dosa atau amal. Tanpa menafikkan akal sebagai penentu benar dan salah, kita hanya bisa menentukan dosa atau amal berdasarkan penilaian hati apakah hal tersebut baik atau buruk. Baik memperoleh konsekwensi sebagai amal, sebaliknya buruk memperoleh konsekwensi sebagai dosa.
Perbuatan dosa atau amal yang dilakukan oleh manusia dilakukan atas kerjasama lahir dan batin, jiwa dan raga, jazad dan roh yang menyatu pada diri manusia. Tidak satupun manusia di duania ini yang menginginkan untuk melakukan perbuatan dosa. Kebutuhan jasmani dan rohani manusia yang penyebab utama manusia melakukan pebuatan dosa.
Pertanyaan besar bagi kita adalah “apakah perbuatan dosa itu sepenuhnya atas kehendak dan kemampuan manusia atau terdapat faktor lain yang menjadi penunjang terjadinya perbuatan dosa” ? Jawaban sederhana yang dapat diajukan adalah “perbuatan dosa itu sepenuhnya atas kehendak dan kemampuan manusia”. Kembali kepada konsep manusia sebagai makhluk ciptaan yang tidak memiliki segalanya dan tidak berkehendak atas segalanya, jawaban tersebut masih perlu dikaji.

Manikmati Masalah

Masalah merupakan sebuah siklus. Siklus yang tentunya hanya berubah dari sudut pandang asas kebermanfaatan dari kondisi yang dialami oleh ma...