Begitu
indah ciptaan Tuhan hingga manusi terlena dengan apa yang disuguhkan kepadanya
di dunia ini. Hembusan angin membuat tubuhhku ingin segera terlentang di
balai-balai bambu selepas menjalankan ibadah shalat Duhur dan dalam sekejap
mataku terpejam seperti dibuai oleh alam. Aku merasa berada jauh dari tempat
asalku seakan menjadi orang asing dikerumunan hiruk pikuk orang yang hendak
menyaksikan sesuatu. Aku berjalan menyisir tempat yang tidak kukenal lalu
berhenti sejenak memandang sebuah tiang yang berdiri kokoh. Kuarahkan
pandanganku ke segala sisi tempat itu, aku termangu menyaksikan sebuah tiang
yang tepat berada diujung jalan.
Dengan
tergesa-gesa aku melangkahkan kaki ke arah tiang tiang itu. Astaga !!!!
siapakah gerangan dirinya yang digantung pada tiang itu ? Aku berusaha mencari sesorang yang hendak aku
tanya tentang apa yang baru saja kusaksikan. Seperti biasa aku mengarahkan
pandangan ke segala sisi tempat aku berdiri. Aku dikagetkan dengan tepukan
tangan di pundak kiriku. “Engkau mencari
siapa ?” Sosok itu bertanya kepadaku. “Aku
mencari seseorang yang tinggal di daerah ini” Jawabku terbata-bata. “Tempat ini jauh dari pemukiman, tempat ini
adalah tempat bagi orang-orang yang dihukum atas perbuatannya” Ia menjawab
seakan ia mengenal dengan persis daerah ini. “Maaf, Anda siapa ?” Tanyaku sambil menatap ke arahnya. “Aku adalah kemauan yang selalu bersamamu
sepanjang hidupmu” Jawabnya sambil tersenyum. “Siapa orang yang digantung pada tiang itu dan kenapa ia harus
digantung ? Tanyaku sambil menunjuk ke arah tiang dimana sesorang yang
sudah tak bernyawa tergantung. “Ia adalah
pendosa besar sehingga ia harus dihukum untuk menebus segala dosanya” Jawabnya
seakan ia mengenal siapa orang yang
tergantung pada tiang itu.
“Balasan yang diberikan
kepadanya di duania ini tidak seberapa meskipun merenggut nyawanya dibandingka
balasan yang hasus ia tanggung kelak” Tiba-tiba seseorang
menyambung pembicaraan kami. “Maaf, Anda
siapa ?” Tanyaku kepada sosok yang baru saja muncul. “Aku adalah keyakinan yang selalu bersamamu sepanjang hidupmu” Jawabnya
sambil berjalan mendekat ke arahku, ia berhenti tepat di sisi kananku. “Apa yang engkau tau tentang orang yang
tergantung pada tiang itu ?” Tanyaku pada sosok yang mengaku dirinya adalah
keyakinanku. “Ia adalah pendosa besar dan
hukuman yang diberikan kepadanya tidak akan menghapus dosanya hingga ia
terbebas dari hukuman di hari kemudian” Ia menjawab sambil menatap ke arah
tiang itu. “Jadi bagimu, tidak ada
pengampunan apalagi penghapusan dosa atas apa yang diperbuat oleh manusia ?” Aku
bertanya atas keraguan terhadap apa yang ia sampaikan. “Bukankah Tuhanmu Maha Pengampun dan Maha Pemberi serta Penerima Taubat
?” Sosok yang mengaku dirinya adalah kemauanku kembali bertanya kepadaku. “Benar, demikianlah adanya Tuhanku terhadap
ciptaan-Nya” Jawabku dengan singkat. “Andaikan
engkau pernah berbuat dosa maka mohon ampunlah kepada Tuhanmu dan bertaubatlah
niscaya Tuhanmu akan mengampuni dan menghapus dosamu” Penjelasannya
memberiku sedikit ketenangan ketika kuingat perbuatan dosa yang pernah
kulakukan.
“Maka celakalah ahli
ibadah dan berbahagialah ahli dosa jika itu terjadi” Sosok
yang mengaku dirinya adalah keyakinan kembali memburamkan pikiranku. “Mengapa engkau berkata demikian,
bukankankah Tuhan Maha Pengampun ?” Tanyaku dengan penuh keheranan atas apa
yang ia sampaikan. “Tuhanmu Maha
Pengampun atas cipataan-Nya termasuk dirimu. Satu hal yang perlu engkau ingat
bahwa ampunan ketika engkau bertaubat tidak dapat menghapus dosamu yang
sebelumnya”. Jawabannya semakin membuatku bingung. “Jika demikian maka taubat itu tidak berguna bagi siapapun yang pernah
berdosa, bukankah orang bertaubat agar dosa-dosanya diampuni ?” Tanyaku
ingin tahu lebih dalam tentang apa yang sebenarnya menjadi hakikat dari taubat.
“Pernahkah engkau melihat seorang hamba
yang terbukti bersalah dan mengakui kesalahannya di hadapan seorang Raja
kemudia ia diampuni dan dibebaskan dari hukuman ? Begitulah perumpamaan taubat
kepada Tuhanmu” Sosok yang mengaku dirinya adalah kemauanku memotong
pembicaraan. “Memang banyak orang yang
menginginkan dan berpendapat demikian, tetapi harus engkau ingat orang yang
bebas dari hukuman karena mengakui kesalahannya tidak berarti bahwa dosa
kesalahnnya terhapus. Dosa mereka tetap tercatat dan ampunan ia peroleh
hanyalah merupakan kesempatan baginya untuk tidak melakukan kesalahannya lagi.
Jika ia melakukan kesalahan yang sama maka hukuman yang ia dapatkan akan jauh
lebih berat dibanding hukuman yang seharusnya ia terima ketika ia melakukan
kesalahan untuk yang pertama kalinya”. Sosok yang mengaku dirinya adalah
keyakinanku kembali membuka perdebatan.
Penjelasan
yang disampaikan oleh dua sosok yang bersamaku seperti posisi langit dan bumi
yang berbeda jauh. “Sampaikan kepadaku
hakikat taubat yang sesungguhnya dihadapan Tuhanku !” Aku meminta untuk
mengakhiri kebingungan yang berkecamuk dalam diriku. “Yakinlah bahwa Tuhanmu Maha Pemurah, Maha Pengampun dan Maha Penerima
Taubat !” Sosok yang mengaku dirinya adalah kemauanku berkata sambil
berjalan menjauh meninggalkanku. “Akan
kutanamkan dalam ingatan dan hatiku tentang apa yang engkau sampiakan” Jawabku
sebelum ia hilang dari pelupuk mataku. “Tidaklah
keliru apa yang disampiakan olehnya kecuali engkau keliru menafsirkan dengan
akal lalu engkau jadikan sebagai keyakinanmu” Sosok yang mengaku dirinya
adalah keyakinanku dengan bijak menanggapi.
“Taubat pada hakikatnya
adalah pemberian kesempatan kepada manusia yang pernah melakukan perbuatan dosa
untuk mengakui perbuatannya dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi
dikemudian hari”. Sosok yang mengaku dirinya adalah
keyakinanku membuka pembicaraan lebih dalam tentang taubat. “Lalu bagaimana dengan dosa atas perbuatan
sebelumnya ?” Tanyaku hendak mencari jawaban atas keraguanku terhadap
pengahpusan dosa. “Tidak ada penghapusan dosa
dalam agamamu dan Tuhanmu mengetahui segala perbuatan baik dan buruk yang
engkau lakukan di dunia ini” Jawabnya singkat seakan tanpa keraguan. “Taubat dilakukan oleh manusia untuk meminta
kesempatan kepada Tuhan agar masih ada waktu yang diberikan kepada mereka dalam
berbuat kebaikan dan meninggalkan keburukan yang pernah mereka lakukan
sebelumnya. Tuhan Maha Pengampun, maka siapapun yang memohon ampun dengan
mengakui kesalahannya maka ia diampuni dan kesalahannya tetap tertuliskan
sebagaimana yang ia lakukan. Tuhan Maha Penerima Taubat, maka siapapun yang
bertaubat (meminta kesempatan) maka ia akan diberi kesempatan. Demikianlah
hakikat ampunan dan penerimaan taubat yang sebeanrnya”. Ia memberikan
penjelasan yang lebih dalam dan menjawab segala keraguanku. Sekali lagi dalam
perjalananku yang penuh perdebatan, keyakinanku mengalahkan kemauanku. “Barang siapa yang berbuat baik meskipun
sebesar biji zarrah maka Tuhan akan membalasnya dengan kebaikan dan mustahil
bagi Tuhan membalasnya dengan keburukan. Barang siapa yang berbuat keburukan
meskipun sebesar biji zarrah maka Tuhan akan membalasnya dengan keburukan dan
mustahil bagi Tuhan membalasnya dengan kebaikan. Yakinlah bahwa Tuhan adalah
Dzat yang konsisten dan komitmen atas firman-Nya. Sesungguhnya kebenaran itu
datang dari Tuhanmu maka janganlah sekali-sekali menjadi orang yang ragu” Kalimat
itu mendengungkan gendang telinga dan menggetarkan batinku sebelum sosok yang
mengaku dirinya adalah keyakinanku hilang dihadapanku seperti debu yang tertiup
angin.
Belum
sempat ku kedipkan mata kala tengadah dibawah langit mendung dengan hembusan
angin yang menerpa tubuhku dengan perlahan, satu-persatu tetesan air jatuh
menyentuh wajahku pertanda akan segera turun hujan. Aku terbangun karena
tetesan air yang jatuh dari dedaunan pohon yang tumbuh tepat di samping
balai-balai tempatku merebahkan badan. Sayup-sayup terdengar suara adzan dari
surau menandakan waktunya mendirikan shalat Ashar. Aku bergegas meninggalkan
balai yang menjadi saksi perdebatan kemauan dan keyakinanku dalam perjalananku
di alam lain. Sekali lagi keyakinanku tetap kokoh berdiri meski badai kemauan
mengamuk dalam diriku.
~~~
ooo0ooo ~~~
taubat tidak menghapus dosa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar